Peringatan Santo Yosafat
Ia menumpahkan darahnya untuk Gereja Universal
Pembacaan dari Ensiklik ECCLESIAM DEI dari Paus Pius XI
yang dikeluarkan pada peringatan tiga abad St. Yosafat dimartir
Tuhan mendirikan Gereja sesuai dengan rencana ilahi-Nya yang bijaksana. Pada kepenuhan masa, Gereja menjadi seperti keluarga yang amat besar, meliputi seluruh umat manusia. Ada juga ciri-ciri lainnya di antaranya universalitas dan kesatuan merupakan yang paling menyolok.
Kristus Tuhan kita menerima dari Bapa-Nya suatu tugas perutusan untuk seluruh dunia, dan sesuai dengan itu, Ia menugaskan rasul-rasul-Nya, dan hanya mereka saja, sewaktu Ia berkata, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Kehendak-Nya jugalah, agar dewan para rasul merupakan kesatuan yang erat. Kesatuan ini harus diperkuat dengan dua ikatan: Di dalam kodratnya, dengan iman yang sama dan cinta yang dicurahkan oleh Roh Kudus dalam hati kita. Dari luar: Kristus menjadi pemersatunya, ketika Ia menentukan peraturan satu orang menguasai seluruh tubuh, dengan menyerahkan pimpinan para rasul kepada Petrus. Kemudian Petrus menjadi dasar kesatuan tetap yang dapat dilihat.
Untuk menjamin kekuatan yanag bertahan dalam kesatuan dan keselarasan, Tuhan, dalam penyelenggaraan-Nya yang meliputi segalanya, menambahkan unsur kesucian dan kemartiran sebagai tanda.
Dengan pemikiran-pemikiran ini kita mulai melihat, betapa besar pujian harus disampaikan kepada kebesaran Uskup Agung Polock: Yosafat. Ia termasuk Gereja Timur dengan ritus Slavia, dan telah selayaknya kita mengakui dia sebagai kemuliaan dan perlindungan bagi umat Slavia Timur. Hampir tidak ada orang, yang memberikan kehormatan dan kebahagiaan kepada mereka melebihi Yosafat, gembala dan rasul mereka, khususnya karena ia menyerahkan hidupnya sebagai martir demi kesatuan Gereja.
Dalam usahanya untuk memulihkan kesatuan tentulah ia dibimbing oleh naluri suci untuk menyadari, betapa hasil baik toh dapat ia capai dengan mempertahankan penggunaan ritus Slavia di dalam Gereja Universal, dan peraturan Santo Basilius dalam kehidupan para rahib. Terutama ia mencurahkan tenaganya untuk kesatuan orang beriman-sebangsanya dengan Takhta Suci. Di mana-mana ia mengusahakan sarana untuk memajukan dan memperkokoh kesatuan itu, khususnya dengan menerbitkan buku-buku liturgi, yang pernah dipakai dalam Gereja Timur dan bahkan di antara orang Kristen yang terpisah, sesuai dengan pedoman Bapa Suci.
Setelah persiapan serba teliti ini ia mulai berkarya, memulihkan persatuan. Ia bertindak dengan kekuatan dan keyakinan, dan dengan hasil begitu besar, hingga oleh para musuhnya sendiri ia disebut “perampas jiwa-jiwa.”