Sungguh mengagumkan bahwa di hari pertama tahun baru ini, kita dianugerahkan oleh Gereja sebuah hari raya untuk merenungkan anugerah seorang Ibu, yaitu Bunda Maria sebagai Bunda Allah yang akan berjalan bersama kita sepanjang tahun 2025 ini – Tahun Yubileum Harapan.
Keibuan Bunda Maria adalah suatu hal yang luar biasa sebab pada intinya ia memberi seluruh hidupnya bagi Yesus, Putra Allah agar Ia dapat hidup dan memenuhi rencana kasih Bapa untuk menyelamatkan umat manusia. Allah yang Maha kuasa dan Maha kuat berkenan menjadi seorang bayi tanpa daya dan rapuh, yang sangat tergantung pada Bunda Maria dan orang lain. Tanpa keibuan Bunda Maria, Putra Allah tidak akan dapat hidup sebagai manusia. Kerja Bunda Maria tidak kelihatan, tetapi jelas dia melakukan sesuatu ketika ia mengandung dan membentuk sang Putra di dalam rahimnya. Bunda Maria setuju untuk menyerahkan diri.
Ketika seorang ibu sedang mengandung bayi, tidak diperlukan apa-apa dari pihak ibu kecuali persetujuan untuk tekun memberi diri. Di dalam persetujuan, penyerahan dan pemberian diri Sang Ibu, bayi itu tumbuh. Bayi memang tumbuh di dalam rahim. Kelihatannya ia tumbuh sendiri, namun kehidupannya pertama-tama dijadikan karena ada seorang lain, yakni ibunya, yang mau menyambut, menyediakan ruang dan memberi diri dengan setia.
Demikian pula Gereja, yaitu kita semua. Kita masing-masing -sebagai anak-anaknya- perlu juga berpartisipasi dalam kekuatan persetujuan Ibunya dan dengan murah hati menyerahkan diri, mempercayakan diri ke dalam kekuatan penyerahan diri sang Ibu supaya ia menyelesaikan tugas keibuannya dalam diri kita masing-masing dengan menjadikan kita serupa dengan Yesus Kristus, Putra Allah dan putranya. Inilah harapan kita yang terdalam!
Bunda Maria,
ajarilah, tuntunlah dan bimbinglah aku kepada Yesus.
Perbaikilah, terangilah dan perluaskanlah
pikiran dan sikap-sikapku
agar serupa dengan Yesus Putramu.