MINGGU BIASA VIII
Orang saleh dan jujur, orang takut akan Allah
Pembacaan dari Refleksi MORALIA Paus Gregorius Agung tentang Kitab Ayub
Ada orang yang begitu sederhana atau polos, hingga tidak tahu apa artinya kejujuran atau kebenaran! Namun, semakin mereka mengabaikan kepolosan atau kesederhanaan sejati, semakin mereka gagal untuk mencapai kejujuran moral; karena tidak tahu bagaimana mengatur langkah-langkah mereka pada jalan kejujuran, membimbing tindakan mereka dengan cara hidup yang benar, sehingga mereka jauh menyimpang dari kesederhanaan sejati; mereka terlalu sederhana untuk tetap tidak bersalah.
Maka Santo Paulus mengingatkan murid-muridnya, ‘Aku ingin kamu bijaksana dalam yang baik, tetapi tanpa cela dalam yang jahat.’ Itu pula sebabnya ia berkata, ‘Janganlah kamu seperti kanak-kanak dalam pemikiranmu, tetapi hendaklah kamu seperti bayi dalam hal kejahatan.’ Sang Kebenaran pun menekankan kata-kata ini kepada murid-murid-Nya, ‘Hendaklah kamu cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati.’ Dalam memberikan amanat ini, dengan sengaja Ia menghubungkan keduanya: kecerdikan ular melengkapi ketulusan merpati dan ketulusan merpati menjinakkan kecerdikan ular.
Itulah sebabnya maka Roh Kudus menyatakan kehadiran-Nya kepada umat manusia tidak hanya dalam bentuk merpati, tetapi juga dalam bentuk api. Dengan merpati dinyatakan kesederhanaan, dan dengan api dinyatakan kegiatan yang berkobar. Jadi, Roh Kudus dinyatakan dalam bentuk merpati dan api! Semua orang yang penuh dengan Roh Kudus menyerahkan diri kepada kelembutan dari kesederhanaan, tetapi juga berkobar, bernyala, dan giat dalam kejujuran melawan pelanggaran para pendosa.
‘Orang yang saleh dan jujur, adalah orang yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’ Tidak diragukan bahwa barangsiapa mendambakan tanah air abadi, pasti dia hidup tanpa cela dan jujur. Yang kumaksud ialah: orang itu tidak bercela dalam tindakan-tindakannya, jujur dalam iman; ia tidak bercela dalam tindakan-tindakannya di dunia ini, jujur dalam kebenaran tinggi yang disimpan di kedalaman hatinya. Sebab ada orang yang tidak jujur di dalam tindakannya! Mereka tidak mencari pahala interior, melainkan keuntungan exterior. Maka benarlah kaum bijak mengatakan: ‘Celakalah si pendosa yang mengikuti dua jalan!’ Pendosa memang berjalan di dunia ini mengikuti dua jalan: secara lahiriah tindakan-tindakannya nampak suci, tetapi secara interior pikiran-pikirannya serba duniawi.
Di sini tepatlah dikatakan, ‘Orang yang takut akan Allah menjauhkan diri dari yang jahat.’ Sebab para orang pilihan dalam Gereja kudus memang menapaki jalan kesederhanaan dan kejujuran dengan takut, tetapi menyelesaikannya dalam cinta kasih. Karena cinta akan Tuhan, membuatnya tidak sampai hati untuk berbuat dosa! Maka selayaknyalah ia ‘menjauhkan diri dari yang jahat.’ Tetapi jika ia melakukan perbuatan baik masih karena takut, ia belum lepas sama sekali dari yang jahat; sebab ia masih juga berdosa, dalam arti bahwa; masih ada keinginan untuk berdosa, seandainya ia dapat berbuat demikian tanpa hukuman.
Maka, jikalau Ayub dikatakan takut akan Tuhan, benar jugalah dikatakan bahwa ia menjauhkan diri dari dosa’. Di sini takut datang lebih dulu, dan cinta mengikutinya; pelanggaran yang masih ada di dalam pemikirannya, digilas oleh maksud tujuan hati.