Kamis sesudah Rabu Abu
Dukacita yang membawa Sukacita
Penyesalan adalah suatu pembaptisan atas dukacita, di mana air mata peniten bukan hanya bersifat psikologis, tetapi juga merupakan pemurnian religius yang mendalam, yang menyiapkan dan mengarahkan dia untuk menerima air Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Dukacita semacam itu membawa sukacita karena adanya pengakuan mendalam akan kesalahan serta penerimaan akan segala konsekuensinya. Sebab itu, mempengaruhi penyesuaian terhadap kenyataan secara religius dan moral, penerimaan terhadap kondisi aktual seseorang. Penerimaan kenyataan selalu merupakan pembebasan dari beban ilusi yang kita perjuangkan untuk membenarkan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa kita. Penyesalan membutuhkan dukacita, namun diikuti dengan sukacita dan pembebasan karena menghasilkan berkat terbesar yaitu terang kebenaran dan rahmat kerendahan hati. Air mata para peniten Kristiani itu memang sungguh air mata, namun membawa sukacita.
Memilih Kehidupan
Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan kesejahteraan, kematian dan kecelakaan. Sebab, pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan hidup menurut jalan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan, dan peraturan-Nya. Dengan demikian, kamu akan hidup, bertambah banyak, dan diberkati oleh Tuhan, Allahmu, di negeri ke mana kamu masuk untuk mendudukinya. Tetapi, jika hatimu berpaling dan kamu tidak mau mendengar, bahkan kamu disesatkan untuk sujud menyembah kepada ilah-ilah lain dan beribadah kepadanya, maka aku memberitahukan kepadamu pada hari ini bahwa kamu pasti akan binasa. Kamu tidak akan hidup lama di tanah yang akan kamu duduki setelah menyeberangi Sungai Yordan. Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi tehadap kamu pada hari ini: Kuperhadapkan kepadamu kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya kamu hidup, baik kamu maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya. Sebab, Dialah hidupmu dan yang membuat kamu lama tinggal di tanah yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, nenek moyangmu, untuk diberikan kepada mereka.
(Ulangan 30: 15-20)
Doa
Allahku, Engkau menciptakan aku bukan untuk mati bagi-Mu tapi untuk hidup bagi-Mu. Engkau tidak menghendaki aku buta terhadap takdirku namun menerima hidupku dengan mata yang terbuka terhadap semua kemungkinan untuk mencintai-Mu dan semua orang yang dekat denganku, kepada mereka aku berbagi hidup. Bukalah mataku terhadap takdirku yang sejati yaitu untuk mengenal-Mu melalui Putra yang Kau utus untuk mengajariku apa yang harus kulakukan untuk menjadi manusia seutuhnya. Aku harus mencintai-Mu dengan segenap hatiku dan mencintai sesamaku seperti aku mencintai diriku sendiri.
Jurnal Prapaskah
Ilusi-ilusi apakah dalam hidupku yang kuanggap sebagai kenyataanku?