Hari ke-13


Senin Pekan II Prapaskah


 

Ketakutan kita akan kebebasan sejati

Individualisme dan subjektivisme memunculkan kecurigaan yang besar di antara kita, mungkin alasannya bisa sangat baik.  Kita hidup dalam suasana individualisme.  Tetapi individualisme kita sedang menuju pada kebinasaan.  Tradisi kebebasan kita yang sebenarnya berakar pada tanah Kristiani yang mendalam, pantas dihargai dan dipercayai, sedang mulai kehilangan daya hidupnya yang sejati.  Tradisi Kristiani ini semakin menjadi perkumpulan perdebatan daripada sebagai suatu keyakinan rohani.  Kecenderungan untuk menggantikan kata-kata kebebasan demi kebebasan yang sejati itu sendiri telah membawa kita pada perbudakan spiritual yang membingungkan.  Keributan yang menyatakan protes kita demi kecintaan kita akan kebebasan cenderung menjadi bagian dari ketakutan kita yang nyata akan kebebasan sejati, dan rasa salah yang ada di bawah sadar kita menolak untuk memperhatikan harga dari kebebasan itu.


 

Bebas dari lapar akan Kerajaan Surga

Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata, “Berbahagialah, hai Kamu yang miskin, karena kamulah yang punya Kerajaan Allah.  Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.  Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.  Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.  Bersukacitalah pada waktu itu dan melompat-lompatlah, karena sesungguhnya, upahmu besar di surga.  Sebab, demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.  Namun, celakalah kamu, hai Kamu yang kaya, karena kamu telah memperoleh penghiburanmu.  Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar.  Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.  Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu.  Sebab, demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.

(Lukas 6:20-26)


 

Doa

Engkau memimpin aku untuk menyerahkan segalanya dalam mengikuti-Mu.  Engkau mengajar aku bahwa harga dari kebebasan sejati adalah untuk menjadi miskin dan lapar akan Kerajaan Surga.  Kebebasan bagi para murid-Mu adalah kebebasan untuk melakukan keadilan dan membebaskan sesama kami, sebagaimana kami membebaskan diri kami sendiri dari apa saja yang membuat kami terikat di dalam ketidak-pedulian akan perintah-Mu untuk mencintai sesama kami sebagaimana diri kami sendiri.


 

Jurnal Prapaskah

Apakah arti dari kebebasan roh bagi hidupmu?  Apa yang tetap mengikatmu untuk “bebas” mencintai Allah dan melayani sesama dengan tulus?  Secara lebih positif: bagaimanakah kamu dapat menjadi “bebas untuk melayani”?