Rabu Pekan II Prapaskah
Individualitas yang tidak nyata
Kita mulai mengerti bahwa kita hidup dalam suasana di mana segalanya membutuhkan konformasi. Kita menjadi hasil dari suatu produk otomatisasi. Hidup kita, rumah kita, kota kita, pikiran kita, atau mungkin kekurangan berpikir kita, semuanya telah mengambil bentuk dari topeng kepribadian yang tidak bersahabat atas hal-hal yang sama dan hal-hal yang itu-itu saja (monoton). Saat kita berperilaku secara tidak biasa yakni yang berasal dari kesejatian kepribadian dan kreativitas kita, kita mengalami menemukan diri kita sebagai pribadi yang terakhir, orang asli yang terakhir, dan pribadi yang terakhir dari antara seluruh penduduk bumi. Dalam situasi yang menyedihkan tersebut, pribadi yang ideal itu menjadi tidak bertahan. Bahkan mengambil bentuk dengan kebutuhan untuk menjadi orang yang berbeda. Orang “mengungkapkan dirinya” dalam cara yang terus-menerus bertumbuh dalam kecemasan, karena mereka menyadari bahwa individualitas dan keunikan yang mereka ungkapkan dengan usaha mereka tidaklah berguna. Untuk mengadaptasi kata-kata bijak dari Perancis, daripada lebih banyak mengungkapkan perbedaan yang sejati, kita menjadi lebih banyak lagi menampilkan bahwa kita sama: Plus ça change, plus c’est la même chose. Tidak ada yang begitu membosankan selain melihat perbedaan-perbedaan kecil yang ada dalam masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan akan perubahan
Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya, “Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan menyampaikan perkataan-perkataan-Ku kepadamu.” Lalu aku pergi ke rumah tukang periuk, dan tampaklah ia sedang bekerja dengan alat pemutar. Jika bejana yang sedang dibuat dari tanah liat di tangannya itu rusak, tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang dipandangnya baik. Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya, “Apakah Aku tidak dapat bertindak terhadap kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel?” demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel! Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan mencabut, merobohkan, dan membinasakannya. Akan tetapi, apabila bangsa yang kusebutkan itu bertobat dari kejahatannya, Aku akan menyesal karena hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurencanakan terhadap mereka. Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan membangun dan menanamnya. Namun, apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan mata-Ku dan tidak mendengarkan suara-Ku, menyesallah Aku karena kebaikan yang Kujanjikan untuk didatangkan kepada mereka. Sebab itu, katakanlah kepada orang Yehuda dan penduduk Yerusalem: Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku sedang menyiapkan malapetaka terhadap kamu dan menyusun rencana terhadap kamu. Hendaklah kamu masing-masing bertobat dari tingkah lakumu yang jahat, perbaikilah tingkah lakumu dan perbuatanmu! Akan tetapi, mereka berkata: Sudahlah, tak ada gunanya! Sebab, kami hendak hidup menurut rencana kami sendiri dan masing-masing akan bertindak mengikuti hatinya yang keras dan jahat.” Sebab itu, beginilah firman TUHAN, “Tanyakanlah di antara bangsa-bangsa: siapakah yang telah mendengar hal seperti ini? Hal yang sangat mengerikan telah dilakukan Anak Dara Israel! Mungkinkah salju Libanon mencair meninggalkan lerengnya yang berbatu? Mungkinkah air gunung yang sejuk akan mengering? Akan tetapi, umat-Ku telah melupakan Aku. Mereka membakar kurban kepada ilah yang sia-sia, mereka tersandung jatuh di jalan-jalan mereka, di jalan-jalan dari zaman dahulu, dan mengambil jalan pintas, jalan yang tidak dibuat, sehingga mereka membuat negerinya menjadi sunyi sepi, menjadi sasaran ejekan untuk selamanya. Setiap orang yang melewatinya akan merasa ngeri, dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Seperti angin timur Aku akan menyerakkan mereka di hadapan musuh. Aku akan memperlihatkan punggung-Ku kepada mereka, bukan wajah-Ku, pada hari bencana mereka.”
(Yeremia 18:1-17)
Doa
Aku mendengar sabda para nabi-Mu karena mereka mengungkapkannya dalam bahasa manusia, keterasingan kami alami ketika kami melalaikan nasihat-Mu dan ketika kami berpusat pada diri kami sendiri, baik secara pribadi dan bersama-sama. Tuhan, kasihanilah. Kristus, kasihanilah, Tuhan, kasihanilah.
Jurnal Prapaskah
Apakah yang mungkin kubuat untuk mendekatkan jarak antara Allah dan diriku sendiri? apakah yang kubuat atau yang kulalaikan yang membuatku merasakan ketidakhadiran Allah dalam hidupku?