Peringatan Santa Lutgardis
Kematian Santa Lutgardis
Pembacaan dari karya Thomas Merton
Pada hari Sabtu tanggal 9 juni, sehari sebelum Minggu kedua sesudah Pentakosta, Santa Lutgardis memasuki masa kritis dalam sakitnya. Segera menjadi jelas bagi semuanya bahwa orang kudus ini sedang mendekati ajalnya. Pada hari Senin berikutnya seorang rahib konversi dari Afflighem menjenguknya dan mengatakan bahwa dia berharap agar Abasnya, seorang teman baik Santa Lutgardis, dapat berada disana. “Dia akan berada disini besok,” kata orang kudus itu. Rahib konversi itu tak berminat membantahnya, dia tinggal diam.
Tepat pada hari berikutnya Abas Afflighem dalam suatu perjalanan pas berada dalam jarak 2 mil dari Aywieres, biara Lutgardis, dan pada saat ia berada di jalan itu, ia mengatakan kepada teman seperjalanannya: “Sudah lama sekali saya tak melihat Ibu Lutgardis, marilah kita belok dan mengunjungi Aywieres.” Ketika rahib Benediktin memasuki ruang sakit orang kudus itu, dia menegakkan badannya di ranjang dan memberi salam kepadanya penuh kegembiraan sambil berkata: “Saya mau berangkat ke surga, temanku terkasih, dan kamu adalah seorang yang paling baik diantara mereka yang akan kutinggalkan.”
Satu hari lewat dan disusul hari yang lain. Pada hari Kamis dalam minggu itu, yang merupakan hari Tubuh dan Darah Kristus, jika seandainya pesta itu telah ditetapkan pada saat itu, Santa Lutgardis memandang ke atas dan berkata kepada temannya: “Datang dan duduklah disini dekat hatiku. Lihatlah Pertapaan dipenuhi oleh pasukan tentara surgawi, jiwa-jiwa yang terbukti ada disini hadir bersama kita, dan di antara mereka ada beberapa saudari kita yang telah pergi mendahului kita dari dunia ini.” Ya, semua teman-teman yang telah datang sebelumnya memanggilnya dan menasehatinya dengan bernyanyi, sekarang telah berkumpul dalam jumlah luar biasa. Dia dapat melihat seluruh biara disatukan dengan mereka, seolah-olah mereka saling berdesakan satu sama lain dengan mereka di lorong-lorong biara, di pintu masuk dan di dalam klausura, menunggu pasangan-pasangan baru mereka dengan suatu madah pujian dan memulai perjalanan pulang mereka ke Kerajaan terang.
Dengan kata-kata ini Santa Lutgardis tertegun tetapi penuh Roh Kudus, wajahnya memancarkan kebahagiaan selama lebih dari sehari, yaitu sampai hari Jumat berikutnya. Akhirnya, pada hari Sabtu, dia kembali kepada dirinya sendiri, cukup sadar untuk menerima sakramen-sakramen terakhir, dan kemudian, pada saat terakhir dengan damai dan tenang berangkat menuju Kerajaan Mempelainya dengan para sahabatnya, para kudus mulia.
* Lutgardis lahir di Tongeren, Belgia pada tahun 1182. Ketika usianya masih muda orang tuanya memasukkan dia ke asrama suster-suster Benediktin dengan maksud agar Lutgardis tertarik dengan kehidupan membiara. Tetapi ia lebih suka bergaul dengan pemuda-pemuda. Suatu hari ia bertemu dengan seorang pemuda asing yang menarik hatinya dan ternyata pemuda itu adalah Yesus sendiri. Setelah beberapa lama akhirnya Yesus membuka matanya sehingga Lutgardis mengenali-Nya. Yesus berkata kepada Lutgardis, “Jangan lagi kaucari bujukan cinta yang sia-sia. Lihatlah apa yang harus kaucintai!” Lalu Yesus menunjukkan luka-luka-Nya pada Lutgardis dan sesudah itu Ia segera menghilang. Dari pengalaman itu hidup Lutgardis berubah total, ia masuk biara dan mengabdikan dirinya dalam hidup doa dan bertapa yang keras. Selama 40 tahun ia hidup tersembunyi dalam biara. Ia hampir tidak bicara dengan teman-temannya yang berbahasa Perancis, Yesuslah satu-satunya pendampingnya. Ia menjalani puasa selama tujuh tahun berturut-turut hingga 3 kali. Pada tujuh tahun terakhir hidupnya, ia sungguh hidup kesepian secara mendalam karena matanya yang menjadi buta. Akhirnya pada tanggal 16 Juni 1246, ia meninggal dunia.