Miskin
di Hadapan Allah

 

Bacaan Injil hari ini merupakan bagian akhir dari kotbah Yesus menjelang hari-hari sengsara-Nya yang membawa-Nya kepada kematian di kayu salib. Yesus nampaknya tidak begitu terkesan atau peduli dengan keindahan Kanisah Yerusalem yang sedang dikagumi oleh para murid-Nya. Sebaliknya Ia malah menubuatkan kehancuran Bait Suci tersebut; yang akan juga diikuti dengan berbagai malapetaka yang akan menimpa bumi dan para pengikut-Nya. Yang menarik adalah bahwa di awal perikop ini Yesus mengingatkan akan datangnya orang-orang yang akan mencatut nama-Nya dengan mengakui diri sebagai Yesus, Sang Mesias. Ia bersabda agar kita jangan tertipu oleh mereka. Tetapi lalu di bagian akhir, Ia juga bersabda bahwa semua orang yang mengalami kesusahan dan penderitaan demi nama-Nya, mereka akan diselamatkan. Nama-Nya adalah jaminan keselamatan kita, asal kita pun mau mengikuti jejak-Nya. Dengan kata lain, Yesus memberi isyarat kepada semua orang untuk cerdas dalam memilih jalan hidup yang membawa kepada keselamatan. Bukan jalan yang nampaknya mudah, aman, menawarkan kekayaan, kekuasaan dan baik-baik saja tanpa goncangan dalam hidup yang bisa membawa kita kepada keselamatan kekal, melainkan jalan perendahan yang bahkan beresiko kepada kematian sebagaimana yang telah Ia lalui semasa hidup-Nya di dunia.

Lalu apa kaitannya itu dengan dijadikannya Minggu ke XXXIII ini sebagai Hari Orang Miskin Sedunia? Siapakah orang miskin itu? Di hadapan Allah, kita semua miskin karena apa pun yang ada pada kita adalah anugerah cuma-cuma daripada-Nya. Kita hidup semata karena belas kasih-Nya. Masalahnya adalah kita sering lupa akan hal mendasar ini dengan menganggap diri sebagai sumber dan pusat dunia. Inilah yang kemudian memunculkan sifat sombong, tamak, rakus, irihati, benci, dendam, ingin menguasai segalanya, mengontrol segalanya bahkan bisa sampai menganggap diri sebagai Mesias. Akulah penyelamat dunia. Lalu menjadi murka, kecewa dan putus asa bila kenyataan tidak berjalan sesuai dengan keinginanku.

Hari ini Tuhan mengundang kita untuk mengakui kemiskinan dan keterbatasan kita dan mohon belas kasihan-Nya, mengakui ketergantungan kita pada-Nya. Menyadari bahwa tiada satu pun kemewahan, kenikmatan dan keamanan dalam hidup di dunia ini yang dapat menjaminkan keselamatan kekal bagi kita. Hanya Yesus Kristus-lah Penyelamat dan Penebus kita dan kita adalah orang-orang miskin yang dikasihi-Nya.

 

Dengan kesadaran ini semoga kita pun dimampukan untuk memandang yang lain sebagai sesama yang dianugerahkan Tuhan kepada kita untuk berjalan bersama di Tahun Yubileum Pengharapan ini menuju kepada Dia yang adalah Bapa kita yang abadi.