Yesus–Tuhanku, Rajaku

 

Pada akhir tahun Liturgi, Gereja merayakan dengan agung Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Raja yang tidak seperti raja-raja dunia ini; Raja ini ditinggikan di atas Salib sebagai takhta-Nya. Salib Kristus mewartakan Allah sebagai Raja yang Maharahim, Raja yang menciptakan segala dari hati-Nya, Kasih-Nya. Raja yang menciptakan kembali–mendamaikan segala yang ada melalui penebusan-Nya. Ada baiknya kita mengambil waktu untuk melihat ke dalam hidup kita, ke kedalaman diri: relasi kita dengan Tuhan, yang menciptakan kita; bertanya pada diri sendiri: Apakah arti salib Kristus bagiku?

Injil mengisahkan si ‘penjahat’ yang disalibkan bersama Yesus, yang di saat terakhir hidupnya menjadi saksi Kristus dan  menyatakan dengan penyerahan dirinya: “ingatlah aku, ingatlah aku… saat Engkau datang sebagai Raja”. Betapa iman yang luar biasa, harapan yang melampaui kenyataan yang kelihatan–betapa hati ‘penjahat’ itu terbuka pada hidup Allah… yang langsung ditanggapi Yesus: “Hari ini juga, engkau ada bersama Aku di surga”, di dalam Kerajaan Allah: yang adalah Diri-Nya.  Saat ini juga, saat engkau berada bersama Aku, dalam pengakuan imanmu, engkau ada di surga.

Iman penjahat itu melampaui pikiran-pikirannya sendiri, dia tahu diri–dia mengadili diri sendiri, dia melihat kebenaran dirinya dan kebenaran Yesus; tanpa ragu ia menyatakan: ‘kita memang selayaknya dihukum… setimpal dengan perbuatan kita, tetapi Orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.’ Dengan imannya akan kebenaran Yesus Kristus sebagai Raja, penjahat itu mewartakan: ya, saya berdosa, manusia berdosa yang selayaknya dihukum tapi saya mengakui Engkau sebagai Raja, saya mengakui Engkau sebagai Tuhanku, Penciptaku, Hidupku, Tuhan yang berbelas kasih, yang mengampuni dan akan menerimaku dalam Kerajaan-Mu.

Janji Yesus kepada ‘penjahat’ itu adalah bukti pengharapan kita: Rahmat Allah selalu jauh lebih besar melampaui permohonan, batas-batas pemikiran maupun dugaan kita. Rahmat selalu diberi, kasih selalu ada, Yesus tidak pernah meninggalkan kita.  Tapi tergantung pada kita apakah kita mau ‘ya’ atau ‘tidak’–perlu iman akan kasih-Nya: Dia akan memberi yang terbaik bagi kita pada saat-Nya, dalam cara-Nya.

Maka marilah menyerahkan segenap ada kita, untuk berada bersama Dia yang menyerahkan Diri-Nya di Salib bagi kita, yang terus memberi kita makan Tubuh dan Darah-Nya dalam setiap Ekaristi, seraya memohon dengan sepenuh hati:

 

“Ingatlah aku… ingatlah aku, Tuhan Yesus, aku ingin jadi baik–tapi tidak punya kekuatan dari diri sendiri, aku orang berdosa… tapi ingatlah aku Yesus–Tuhanku, Rajaku!  Aku yakin Engkau dapat mengingatku karena Engkau ada di pusat segala yang ada, mengetahui hatiku dan hati setiap manusia, dan di situ Engkau mau ada bersama kami.”