Dengarkanlah

Peraturan Santo Benediktus mulai dengan kata “Dengarkanlah…” Tetapi siapa dan apa yang perlu kita dengarkan? Peraturan berkata: “Dengarkanlah perintah Guru.” Dan siapakah Guru itu? Apakah Santo Benediktus sendiri atau pemimpim komunitas atau pembimbing rohani atau siapa? Semua yang baru disebut adalah guru-guru kita, tetapi guru kita yang utama adalah Allah sendiri.

Seluruh hidup spiritual kristiani adalah proses mendengarkan Allah, seperti yang dikatakan lagi dalam peraturan Santo Benediktus: “Condongkanlah telinga hatimu.” Gambaran telinga batin atau telinga hati ini memperlihatkan bahwa pendengaran kita bukan sekadar aktivitas intelektual atau rasional saja, tetapi pendengaran kita harus muncul dari sudut kedalaman keberadaan kita, dimana kita paling terbuka pada Allah, paling peka dan reseptif  pada Sabda yang Dia katakan.

Allah selalu berbicara pada kita semua dalam setiap waktu sepanjang harian hidup kita, dalam setiap pekerjaan yang sedang kita lakukan, dalam setiap pengalaman yang kita alami, dalam setiap pertemuan dan relasi yang kita hayati. Dalam semua itu kita dapat mendengarkan Allah yang berbicara kepada kita. Dan bagian kita adalah terus menerus berjaga dan perhatian sehingga mampu mendengar dan menyelami apa yang Dia sabdakan.

Kita dapat belajar mendengarkan dari Bunda Kita, Bunda Maria. Ia begitu terbuka hatinya dan rendah hati sehingga mampu menangkap pesan yang disampaikan oleh malaikat kepadanya. Dan seluruh hidupnya adalah suatu pendengaran yang terbuka pada setiap kehendak Allah dan pada setiap realita yang dia hadapi. Kita juga dapat belajar dari hamba yang berjaga yang menanti tuannya dengan setia sehingga ketika tuannya itu datang ia segera membuka pintu bagi tuannya itu.

 

Marilah kita mencoba serius melakukan hal ini dan mendasarkan hidup kita pada pendengaran, seperti yang dibuat oleh Yesus juga. Selama hidup-Nya Yesuspun terus menerus mendengarkan kehendak Bapa-Nya dalam doa dan keheningan. Marilah kita senantiasa memasang telinga hati kita, berjaga dan membuka hati kita, sehingga ketika Tuhan datang dan bersabda, kita dapat segera mendengar, menerima dan menyambut Dia dengan sepenuh hati dan cinta kita.