15 Juni 2022

PEKAN BIASA XI – RABU


Datanglah Kerajaan-Mu.  Jadilah kehendak-Mu.
Pembacaan dari Uraian Santo Siprianus* tentang Doa Bapa Kami

 

Dalam doa Bapa Kami kita berdoa, ‘Datanglah Kerajaan-Mu.’  Disini kita mohon, agar Kerajaan Allah dihadirkan bagi kita, sama seperti kita mohon agar nama-Nya disucikan dalam diri kita.  Kapankah Allah tidak meraja?  Bagaimana bisa ada permulaan di dalam Dia yang selalu ada dan tidak pernah akan berhenti ada?  Memang tidak pernah terjadi bahwa Allah tidak meraja.  Apa yang selalu ada pada Dia, dan tidak pernah akan berhenti ada, jelas tidak pernah ada permulaannya.  Jadi kita berdoa untuk datangnya kerajaan kita, kerajaan yang telah dijanjikan oleh Allah kepada kita dan diperoleh karena darah Kristus yang  telah ditumpahkan dalam sengsara-Nya.  Dahulu kita adalah budak-budak di dunia, tetapi sekarang kita berdoa, agar kita dapat meraja di bawah kedaulatan Kristus, seperti Ia janjikan sendiri, ‘Marilah kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.’

Saudara-saudara terkasih, boleh jadi Kristus sendirilah Kerajaan Allah itu.  Dia yang kita harapkan datang setiap hari.  Dia yang kita rindukan kedatangan-Nya kembali dengan segera.  Ia sendirilah kebangkitan, karena di dalam Dia kita bangkit kembali.  Begitu juga Dia dapat diartikan sebagai Kerajaan, karena di dalam Dialah kita harus meraja.  Maka tepatlah bahwa kita mohon Kerajaan Allah, yaitu kerajaan surga, sebab ada juga kerajaan duniawi.  Tetapi barangsiapa telah mengingkari dunia, telah mengatasi kemuliaan dan kekuasaan dunia.

Selanjutnya kita berdoa, ‘Jadilah kehendak-Mu diatas bumi seperti di dalam surga’.  Dengan ini kita tidak bermaksud mendoakan agar Tuhan melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya, tetapi agar kita mampu melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan.  Sebab siapa yang akan dapat merintangi Tuhan untuk melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya?  Tetapi karena setan menghalangi kita untuk taat sepenuhnya kepada Tuhan dalam pikiran dan perbuatan, kita berdoa agar kita menghendaki apa yang dikehendaki oleh Tuhan.  Jika demikian, maka kita membutuhkan kehendak Tuhan, yaitu pertolongan dan perlindungan-Nya.  Tidak ada orang kuat karena kekuatannya sendiri!  Setiap orang diselamatkan hanya karena kebaikan dan belas kasih Tuhan!  Bahkan Tuhan sendiri menunjukkan bahwa kodrat manusia-Nya itu lemah, yakni ketika Ia berdoa, ‘Bapa, bila itu mungkin, lewatkanlah piala ini dari pada-Ku.’  Dan Ia memberi teladan kepada murid-murid-Nya, bahwa mereka harus melakukan kehendak Tuhan dan bukan kehendak mereka sendiri, dengan menambahkan, ‘Tetapi bukanlah yang Ku kehendaki,  melainkan apa yang Kau kehendaki, terjadilah!’

Jadi kehendak Allah itulah yang dilakukan dan diajarkan oleh Kristus.  Itu berarti rendah hati dalam perbuatan, teguh dalam iman, sederhana dalam berbicara, adil dan jujur dalam tingkah laku, penuh belas kasih dalam tindakan, tertib dalam kesusilaan; juga berarti: tidak mau berbuat jahat kepada siapa pun, sabar menanggung  kesalahan yang dilakukan terhadap diri kita, hidup berdamai dengan sesama, mengasihi Allah dengan segenap hati, mencintai Dia karena Ia adalah Bapa, takut akan Dia karena Ia adalah Allah. Pendek kata: tidak menginginkan apa-apa selain Kristus, seperti Kristus sendiri tidak menginginkan apa-apa selain kita.  Kita harus berpegang teguh pada cinta-Nya.  Dan karena tak terpisahkan dari cinta itu, kita berani berdiri di bawah salib, tanpa takut menghadapi tantangan apabila nama dan kehormatan Allah diserang.  Kita berani berbicara dengan gigih dalam mengakui iman kita.  Dalam penganiayaan menunjukkan kepercayaan yang menjiwai perjuangan kita, dan dalam kematian menunjukkan kesabaran yang merupakan pahala mahkota bagi kita.  Jadi, kalau ingin menjadi ahli waris bersama Kristus, kita harus melaksanakan perintah yang diberikan oleh Allah, yaitu memenuhi kehendak Bapa.

 


* Tahun 210-258.  Uskup Kartago (Afrika Utara).  Kebaikan hati dan kepemimpinannya sangat menyentuh hati umat; maka ia amat dicintai.  Pada masa Kaisar Valerius umatnya dikejar-kejar karena tidak mau menyembah dewa-dewa, dan ia sendiri ditangkap, diasingkan, dan akhirnya dibunuh sebagai martir.