MINGGU BIASA XXII
Tuhan menaruh belas kasih kepada kita
Pembacaan dari khotbah St. Agustinus
Berbahagialah kita, jika melaksanakan apa yang kita dengar dan kita nyanyikan. Sebab mendengar itu sama dengan menabur benih, dan tindakan kita adalah buahnya. Dengan kata-kata ini tadi, aku ingin memperingatkan kamu, saudara-saudara terkasih, janganlah kamu datang ke gereja tanpa menghasilkan buah: setelah mendengarkan pewartaan yang begitu bagus, tetapi tidak menghasilkan perbuatan baik.
Kata Rasul Paulus, “Kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita, tetapi oleh karena kasih karunia Allah. Maka jangan sampai ada orang yang membanggakan diri: sebab oleh rahmat Allah kamu diselamatkan.” Sebelumnya tidak ada hidup saleh yang berkenan pada Tuhan dan mendatangkan cinta dari surga, sampai Ia berkata, “Marilah kita menolong dan membantu orang-orang itu, karena mereka hidup baik-baik.” Hidup kita sesungguhnya tidak berkenan kepada-Nya; segala sesuatu pada kita, segala yang kita perbuat, tidak ada yang berkenan kepada-Nya! Tetapi apa yang diperbuat-Nya dalam diri kita, itulah yang berkenan kepada-Nya. Demikian Ia akan menghukum apa yang kita perbuat, tetapi akan menyelamatkan apa yang diperbuat-Nya sendiri dalam diri kita.
Jadi, kita tidak hidup saleh sebelumnya. Tetapi ia menaruh belas kasihan kepada kita, dan mengutus Putra-Nya untuk wafat, bukannya untuk orang saleh, melainkan untuk yang tak beriman; bukan untuk orang benar, melainkan untuk orang berdosa. “Kristus mati untuk orang berdosa.” Dan apa kesimpulannya? “Tidak mudah seorang mau mati untuk orang benar, tetapi tidak mustahil ada orang yang berani mati untuk orang yang baik.” Mungkin memang ada orang yang mati untuk orang yang baik! Tetapi siapa, kecuali hanya Kristus, siapa yang begitu suci hingga dapat membenarkan bahkan mereka yang tidak baik, yang rela mati untuk orang tidak beriman dan orang jahat!
Jadi, Saudara-saudara, perbuatan kita sebenarnya tidak ada yang baik, hanya jahat. Meskipun begitu, Tuhan dalam belas kasihan-Nya tidak meninggalkan manusia. Tuhan mengutus Putra-Nya untuk menebus kita, tidak dengan emas atau perak, tetapi dengan penumpahan darah. Anak Domba yang tanpa cela dibawa ke pembantaian sebagai pengganti domba yang cacat. Mudah-mudahan benarlah demikian: kita hanya cacat, tidak sama sekali rusak!
Itulah kasih karunia yang kita terima. Marilah kita hidup sesuai dengan rahmat yang kita terima itu, jangan menyia-nyiakan kurnia yang begitu istimewa. Seorang tabib agung telah datang kepada kita dan mengampuni segala dosa kita. Kalau kita lebih suka menjadi sakit lagi, kita tidak hanya merugikan diri kita sendiri, tetapi juga tidak tahu berterima kasih kepada Sang Tabib.
Maka, marilah kita mengikuti jalan seperti yang telah ditunjukkan-Nya kepada kita, khususnya jalan kerendahan hati, karena Ia sendiri telah menjadi jalan itu bagi kita. Ia menunjukkan kepada kita jalan kerendahan hati dengan nasihat-nasihat-Nya, bahkan telah menempuhnya sendiri dengan menderita bagi kita. Sabda tidak dapat mati namun agar dapat mati bagi kita, Ia telah menjadi daging dan diam di antara kita. Yang tidak dapat mati mengambil bentuk yang dapat mati, untuk mati bagi kita, dan dengan kematian-Nya, Ia menghancurkan kematian kita.
Inilah yang dikerjakan Tuhan, inilah yang dianugerahkan-Nya kepada kita! Yang Mahaagung, direndahkan. Dia yang direndahkan, dihukum mati. Dan setelah dihukum mati, Ia bangkit lagi dan ditinggikan. Dengan demikian Ia tidak akan meninggalkan kita di antara orang mati, tetapi pada kebangkitan orang mati Ia meninggikan di dalam diri-Nya mereka yang sudah ditinggikan-Nya dan dibenarkan-Nya karena iman dan pujian yang mereka berikan pada-Nya. Ia memberi kita kerendahan hati sebagai jalan. Jika kita setia mengikutinya, kita akan mengakui iman kita akan Tuhan dan dengan segenap hati bernyanyi, “Kami bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan! Kami bersyukur kepada-Mu dan menyebut-nyebut nama-Mu!“