PEKAN BIASA XXXI – SABTU
Hendaklah kita membawa kematian Kristus di dalam tubuh kita
Pembacaan dari ulasan Santo Ambrosius tentang berkat kematian
Rasul Paulus berkata, ‘dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.’ Dan karena ia ingin menjelaskan, bahwa kematian yang disebutkan itu adalah kematian dalam hidup ini, dan juga kematian yang bahagia, ia menganjurkan kepada kita untuk membawa kematian Yesus dalam tubuh kita, sebab barangsiapa membawa kematian Yesus di dalam tubuhnya, akan memiliki kehidupan Tuhan Yesus juga di dalam tubuhnya.
Maka ‘demikianlah maut sudah giat di dalam diri kami tetapi hidup juga giat dalam diri kami‘. ‘Kehidupan dan kebahagiaan sesudah kematian’, maksudnya ialah: kehidupan dan kematian sesudah kemenangan, ketika peperangan berakhir, yaitu ketika hukum daging tidak lagi bertentangan dengan hukum akal budi, ketika kita tidak lagi perlu bergulat melawan daging yang membawa kematian, tetapi ada kemenangan atas tubuh maut, kodrat kita yang jatuh. Aku tidak yakin apakah kematian ini bukan keadaan lebih tinggi daripada hidup? Tentang itu kita menerima kuasa Rasul yang menjelaskan: ‘Oleh sebab itu maut giat di dalam tubuh kita, tetapi kehidupan giat di dalam dirimu.’
Pikirkanlah jumlah orang yang tak terbilang banyaknya, yang memperoleh hidup karena kematian satu orang. Maka rasul mengajarkan kepada kita agar kita mengenakan kematian Kristus bahkan selama kita masih hidup di dunia ini, sehingga sinar kematian-Nya nampak bercahaya di dalam tubuh kita. Inilah kematian yang mengantar kepada kebahagiaan. Dengan kematian itu kodrat kita yang di luar dihancurkan, hingga kodrat di dalam dapat dibarui; kediaman kita di bumi dirobohkan, hingga pintu rumah surgawi dapat dibuka.
Secara kiasan dapat dikatakan bahwa orang itu mati bila memisahkan diri dari kedagingannya, dan membuang ikatan-ikatannya. Tentang hal itu beginilah yang disabdakan oleh Tuhan melalui nabi Yesaya; “Uraikanlah semua ikatan kejahatan, tiadakanlah persetujuan yang tidak adil, bebaskanlah yang tertindas, putuskanlah semua yang tidak jujur.”
Tuhan mengijinkan maut masuk ke dalam dunia kita, hingga kesalahan harus berakhir; tetapi agar kodrat manusia tidak binasa oleh maut, Ia menganugerahkan kebangkitan dari mati. Maka, dengan kematian, kesalahan harus berakhir, dan oleh kebangkitan, hakikat manusia dapat berlangsung terus selamanya. “Kematian” dalam arti ini adalah perjalanan ziarah, peziarahan seluruh umat manusia sepanjang hidup, yang tak dapat dihindari, dan harus dihadapi dengan tekun. Inilah peziarahan dari kebinasaan, menuju hidup yang tak dapat binasa, dari kematian menuju kebebasan dari maut, dari badai lautan kecemasan kepada pelabuhan yang tenang.
Janganlah takut akan kata mati. Tetapi bergembiralah akan berkat kurnia yang menyusul kematian bahagia. Akhirnya, apakah arti maut pada hakekatnya selain penguburan kejahatan dan berkembangnya kebaikan? Maka kata Kitab Suci, ‘biarlah jiwaku mati dalam kematian orang-orang benar’, yaitu biarlah dikubur bersama mereka, dan dengan demikian membuang semua kejahatannya sendiri, dan mengenakan rahmat para kudus yang membawa serta kematian Kristus di dalam tubuh dan jiwanya.