Gereja katolik mempunyai banyak saksi iman yang menjadi benih-benih berkembangnya Gereja sejak awal mula hingga hari ini. Kita mengenal saksi-saksi iman itu mulai dari para rasul, kemudian para martir, para santo-santa, baik yang dikanonisasi maupun yang tidak dikanonisasi, dan akhirnya kita semua yang menjadi anggota Gereja kudus pada masa ini. Apa artinya menjadi saksi iman? Pertama-tama, kita perlu mengetahui dahulu apa itu iman. Iman menurut Katekismus Gereja Katolik adalah kebajikan ilahi, olehnya kita percaya akan Allah dan segala sesuatu yang telah Ia sampaikan dan wahyukan kepada kita dan apa yang Gereja kudus tegaskan supaya dipercayai. Allah adalah kebenaran itu sendiri. Dalam iman “manusia secara bebas menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah”. Karena itu, manusia beriman berikhtiar untuk mengenal dan melaksanakan kehendak Allah. “Orang benar akan hidup oleh iman, kata santo Paulus kepada jemaat di Roma. Iman yang hidup “bekerja oleh kasih”
Seorang murid Kristus perlu tumbuh dalam iman, mengakuinya, hidup darinya, memberi kesaksian dengan berani. Setiap orang Kristiani harus “siap-sedia mengakui Kristus di muka orang-orang, dan mengikuti-Nya; menempuh jalan salib di tengah penganiayaan, yang selalu saja menimpa Gereja. Ia perlu mengabdi dan bersaksi demi iman akan Yesus Kristus untuk memperoleh keselamatan, karena Tuhan sendiri bersabda: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 10:32-33).
Untuk jaman ini, kita bisa melihat dua tokoh besar yang berpulang dalam waktu yang berdekatan, yaitu sosok Paus Benediktus XVI yang seluruh hidupnya merupakan kesaksian iman yang nyata. Meskipun harus menghadapi banyak goncangan, serangan dari dalam dan luar Gereja, beliau tetap dengan lembut menunjukkan kekuatan imannya dalam mempertahankan pengajaran Gereja yang benar. Semuanya dihadapi demi kasihnya akan Kristus yang adalah Kebenaran, Keindahan, dan Kebaikan. Kemudian sosok kedua adalah Kardinal George Spell yang pernah harus mendekam di penjara karena menjadi korban tuduhan pelecehan seksual yang tidak pernah ia lakukan. Daripada menjadi pahit, meskipun memang sungguh pahit apa yang dialaminya itu, Spell membuat keputusan untuk mengampuni semua yang menuduhnya. Dan melalui pengalamannya, ia menjadi mengerti nilai penderitaan sebagai bagian dari pengikut Kristus yang sejati.
Apakah kita berani menjadi saksi-saksi kecil iman dalam peristiwa hidup kita yang sederhana hari ini dengan membiarkan Yesus menjadi cahaya yang menerangi jalan kita, membiarkan Dia menjadi teman seperjalanan kita dalam melalui lorong-lorong gelap kehidupan yang penuh dengan keraguan, kecemasan, dan ketakutan?