Salah satu kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan untuk dicintai dan mencintai, sebagaimana adanya kita. Seorang bayi yang tidak diterima kehadirannya, akar hidupnya hancur. Pengalaman dicintai dan diterima memberi ruang bagi kita untuk berkembang dan bertumbuh seperti adanya kita. Rasa kurang cinta kasih dan penghargaan mendorong orang mencari harga diri dengan cara keliru, membangun cinta diri palsu. Misalnya: mengejar rasa aman dengan menimbun barang, memaksakan kehendak sendiri juga kepada orang lain, cemas, kurang percaya, tidak mampu berkomitmen dan seterusnya, kadang-kadang dengan mencari kompensasi dalam hal makanan, seksual, kerja super sibuk dan lain-lain. Semuanya itu gambaran cinta diri palsu yang oleh Santo Yohanes disebut “ketamakan harta, gila hormat dan keangkuhan.“ (1Yoh. 2:15)
Untuk menemukan diri kita yang sejati pertama-tama kita perlu terus sadar akan kasih Tuhan pada kita. Dialah yang pertama-tama mencintai kita apa adanya, mulai dari sejak kita dikandung ibu sampai kita kembali lagi ke hadirat-Nya. Cinta Tuhan tetap abadi selama-lamanya.
Bagaimana kita yakin akan cinta kasih Kristus dalam hidup kita? Tradisi Monastik memberi sarana untuk tinggal dalam ingatan akan kasih Tuhan yaitu “Memoria Dei” yang membuat kita terbuka pada rahmat Tuhan, Sabda-Nya, karya dan bimbingan Roh Kudus. Ingatan ini membuat kita peka akan kehadiran-Nya dalam setiap peristiwa kenyataan hidup harian kita. Untuk ingat kita perlu lectio yaitu membaca dan mengunyah Sabda supaya budi dan hati diresapi Sabda Allah. Karya Allah atau Ibadat Harian terutama Ekaristi membantu kita untuk selalu ingat akan cinta kasih Kristus yang telah menyerahkan diri bagi kita.
Santo Benediktus mengajarkan bahwa kesucian diperoleh dengan menghadapi kenyataan hidup harian dalam ingatan akan Allah ini. Di situlah makna dimensi hidup kontemplatif, di mana kita terus diundang untuk peka akan kehadiran Tuhan yang sungguh hadir dalam kehidupan kita, menyadari kasih-Nya bagi kita dan melihat bagaimana Tuhan terus membimbing hidup kita dan mengajar kita menyatukan kehendak kita dengan kehendak-Nya.
Semoga kita tidak ragu ataupun takut mempercayakan diri kepada cinta kasihNya yang menuntun kita ke sumber air kehidupan yang mengkokohkan pertobatan hati kita bagi keselamatan kita dan dunia.