‘Karena begitu besar Kasih Allah kepada kita…’
Inilah kekuatan cinta kasih sejati yang tak terkalahkan: memberi diri tanpa mempertahankan diri di hadapan penderitaan apa pun. Dengan Paskah-Nya, Yesus Kristus telah mengubah salib – apa yang dianggap bodoh, lemah dan hina dalam mentalitas dunia – menjadi sarana keselamatan kita. Dengan rela turun, mengosongkan diri, merendahkan diri, menderita sampai mati di salib, Ia telah mengalahkan setan, merenggut setiap bentuk penderitaan dari kuasa setan yang memisahkan kita dari Bapa dan menjadikannya jalan kembali kepada Bapa. Salib menjadi takhta kemuliaan di mana Kristus ditinggikan. Kebangkitan-Nya telah menyatakan kemenangan definitif: Kasih lebih kuat daripada dosa dan maut.
Sekarang Kristus terus memberi diri kepada kita dalam Ekaristi; menganugerahkan kekuatan bagi perjalanan ‘exodus’ kita: perjuangan keluar dari cinta diri –dosa egoisme– untuk menanggapi Dia yang memampukan kita memberi diri bersama-Nya. Belajar tidak mempertahankan diri melainkan membiarkan diri dipertahankan oleh Kasih-Nya. Sebab kecenderungan kita membela diri pada dasarnya adalah ketakutan kita – takut menderita, takut kehilangan kontrol, takut direndahkan: diturunkan dari kesombongan kita. Maka janganlah takut mengalami kejatuhan, kesusahan, kesakitan, atau penderitaan apapun, itu bukan akhir segalanya, kita bukanlah dosa atau kesalahan kita. Berpalinglah pada Kristus di salib! Biarlah saat krisis menjadi saat rahmat, pengalaman ketidakberdayaan menjadi seruan pengakuan kebutuhan terdalam kita akan penebusan, pengampunan dosa.
Percaya Sang Juruselamat telah menang dan biarlah Dia memenangkan kita dengan Kasih yang nampaknya lemah itu supaya kita pun dibangkitkan bersama-Nya, dan hidup kita menjadi seruan syukur: ‘aku hidup bukan lagi aku, tetapi Dia – yang mengasihiku dan telah mati bagiku – yang hidup di dalam aku!’