Keluarga Kudus

“Lihatlah, betapa besar kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.”
(1Yoh. 3:1)

Seorang anak diinginkan dalam rencana membangun keluarga; seorang anak tumbuh di dalam keluarga, dalam asuhan ayah dan ibunya.  Apakah ada keluarga yang ideal?  Apakah ada ayah dan ibu yang bersatu dan berbakti?  Keluarga manakah yang dapat dijadikan panutan pasangan suami istri yang sedang membangun keluarga, untuk menjadikan anak mereka sungguh anak Allah?

Sering kita mendengar berita-berita yang melemahkan semangat pasutri muda, sehingga tidak jarang terdengar keluhan: “Ah, lebih baik tidak nikah!”  Tetapi… apakah itu solusi yang diinginkan Tuhan?  Tidak adakah keluarga yang menjadi teladan bagi setiap keluarga yang berpengharapan untuk tumbuh dan berkembang menjadi keluarga kudus?  ADA!! yaitu Keluarga Kudus dari Nasaret, yang pestanya kita rayakan pada hari Minggu sesudah Hari Raya Natal.  Keluarga Kudus!  Yesus, Maria dan Yusuf!!

Kalau pada hari Natal kita mendengar seruan: “Marilah kita bergegas pergi ke Betlehem!!”  Maka sesudah Natal, kita mendengar ajakan mendesak: “Marilah kita pergi kepada Keluarga Kudus!”  Itulah Keluarga yang dapat menjadi panutan bagi kita, yang menawarkan kebahagiaan sejati.  Paus Fransiskus pernah berkata: “Sukacita sejati dalam keluarga berasal dari sebuah keharmonisan yang mendalam antara pribadi-pribadi, sesuatu yang kita semua rasakan dalam hati kita dan yang membuat kita mengalami keindahan dari kebersamaan, dari saling mendukung sepanjang perjalanan hidup.”  Kutipan ini mengantar kita untuk kembali ke dalam keluarga dan komunitas kita masing-masing.  Apakah tanda-tanda keharmonisan?

Salah satu yang paling mendasar adalah kesatuan iman dan kesatuan hati.  Tanpa iman yang dihayati bersama, keluarga tidak bisa tumbuh, hanya ada ketakutan akan keretakan, kecurigaan, persaingan.  Tidak ada harapan untuk kebahagiaan bersama.  Di dalam Anjuran Apostolik St. Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, tentang kehidupan keluarga Kristiani dalam dunia modern, beliau menulis: “Hakekat dan peranan keluarga pada intinya dikonkretkan oleh cinta kasih.  Oleh karena itu keluarga mengemban misi untuk menjaga, mengungkapkan serta menyalurkan cinta kasih.  Cinta kasih itu merupakan pantulan hidup serta partisipasi nyata dalam cintakasih Allah terhadap umat manusia, begitu pula cinta kasih Kristus Tuhan terhadap Gereja mempelai-Nya (FC, 17).

Apakah sifat-sifat sebuah keluarga yang menerima anugerah Allah untuk tumbuh?  Tujuan utama hidup berkeluarga adalah supaya setiap pribadi merasakan kebahagiaan.  Keluarga adalah sekolah kehidupan, sekolah yang benar-benar  mempersatukan setiap pribadi.  Juga sebuah sekolah cinta kasih, sebab menjadi tempat orang mengalami cinta kasih melalui jatuh bangun bersama, saling memahami, saling mengampuni, saling mendukung dalam menghadapi masalah dan kesulitan hidup, dan saling berbagi sukacita.  Maka marilah kita kembali kepada keluarga kita masing-masing!  Setiap anggota bertugas untuk membangun keluarga sebagai sebuah sekolah kehidupan dan sekolah cinta kasih, untuk menjadi bahagia, dan bermisi untuk menjaga, mengungkapkan serta menyalurkan cinta kasih.  Sekolah ini mengajarkan setiap pribadi untuk mengalami hidup yang sempurna sebagai anak Allah dan merasakan kasih Allah sepanjang hidupnya.  Sekolah ini menjadikan setiap pribadi menjadi anak-anak Allah yang kudus, serupa dengan Allah sendiri.

 

Mari kita kembali ke dalam keluarga kita masing-masing!  Biarkan Yesus juga lahir dan bertumbuh, bertambah besar, bertambah hikmat, makin dikasihi Allah dan kita sendiri di dalam keluarga masing-masing.  Semoga keluarga-keluarga menjadi sekolah kehidupan dan sekolah cinta kasih!